Pages

Minggu, 27 Oktober 2013

Peristiwa Hukum dan Perbuatan Hukum Dalam UU Pajak

Peristiwa Hukum dan Perbuatan Hukum Dalam UU Pajak



Pemahaman peraturan perpajakan tidak dapat dipisahkan dengan pemahaman hukum, disamping ekonomi dan akuntansi tentunya. Memahami peraturan perpajakan pajak dengan mencoba memahami prinsip hukum sangatlah menarik dan dibutuhkan untuk menginterpretasi peraturan yang ada. Salah satunya adalah teori peristiwa dan perbuatan hukum dalam perspektif peraturan perpajakan.
Peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah semua kejadian atau fakta yang terjadi didalam kehidupan masyarakat yang mempunyai akibat hukum, atau peristiwa yang menimbulkan akibat hukum. Peristiwa hukum terjadi karena perbuatan subyek hukum atau bukan perbuatan subyek hukum.
Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan subyek hukum yang mempunyai akibat hukum, dan akibat hukum itu memang dikehendaki oleh subyek hukum. Perbuatan hukum dibagi menjadi Perbuatan menurut hukum dan Perbuatan melawan hukum. Sedangkan dalam berbagai literatur, Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum dibagi lagi menjadi : karena keadaan (omstandingheid), misalnya kejadian alamiah siang malam, dan karena kejadian (gebeurtenis), misalnya kelahiran, kematian, atau daluarsa.
Peristiwa hukum merupakan hubungan kejadian/peristiwa/fakta dan akibat hukumnya. Dalam UU Pajak, peristiwa hukumnya adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh berakibat hukum terutang PPh. Penghasilan yang diterima/diperoleh Wajib Pajak Badan pada tahun 2008 berakibat hukum menjadi obyek pajak dan dikenakan PPh Badan dengan tarif progresif terendah 10% berdasarkan Pasal 17 UU No.17/2000, sedangkan untuk tahun pajak 2009 dikenakan tarif tunggal 28% berdasarkan UU No.36/2008. Ekspor jasa kena pajak pada tahun pajak 2009 berakibat hukum terutang PPN sebesar 10% berdasarkan Pasal 7 UU No.18/2000, sedangkan untuk ekspor jasa kena pajak pada tahun pajak 2011 berakibat hukum terutang PPN sebesar 0% berdasarkan Pasal 7 UU No.42/2009.
Kejadian/peristiwa/fakta dan akibat hukumnya dalam UU Pajak diatur dalam UU PPh dan UU PPN, atau apa yang kita kenal dengan aturan material. Aturan material mengatur tentang obyek, subyek, tarif, dan cara menghitungnya. Aturan material ini terikat waktu peristiwa hukum terjadi, dikenal sebagai tahun/masa pajak dalam UU Pajak. Pasal 1 UU KUP mendefinisikan Pajak Terutang sebagai pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak. Dengan demikian, aturan material pajak mengikuti hukum positif yang berlaku pada saat peristiwa hukum terjadi, yaitu tahun/masa pajaknya.
Perbuatan hukum menitikberatkan pada perbuatan atau tindakan yang memang dikehendaki subyek hukum. Dalam UU Pajak, setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subyektif maupun obyektif wajib mendaftarkan diri. Mendaftarkan diri sebagai WP sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU KUP merupakan perbuatan hukum. Wajib Pajak Dalam Negeri juga berkewajiban melaporkan SPT Tahunan. Pelaporan SPT Tahunanan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU KUP merupakan perbuatan hukum. Hak WP melakukan pembetulan maupun pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU KUP juga merupakan perbuatan hukum. Pemeriksaan dan penerbitan SKPKB yang merupakan wewenang Dirjen Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 29 dan 13 UU KUP juga merupakan perbuatan hukum. Demikian juga, hak Wajib Pajak atas keberatan Pasal 25 UU KUP, gugatan Pasal 23 UU KUP, dan pengurangan/penghapusan/pembatalan Pasal 36 UU KUP.
UU Pajak yang mengatur perbuatan hukum adalah UU KUP, karena memang UU KUP merupakan aturan formal yang mengatur tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan. Perbuatan hukum terikat dengan hukum positif yang berlaku pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan. Tata cara/prosedur Pemeriksaan atas PPh Badan Tahun Pajak 2001 yang dilakukan pada tahun 2008 akan mengikuti Pasal 31 UU KUP No. 28/2007 (UU KUP Tahun 2008) beserta juklaknya yang berlaku positif pada tahun 2008. Bukan UU KUP yang berlaku pada tahun 2001.
Hal ini telah ditegaskan dalam PP No. 74/2011 yang merupakan juklak UU KUP Tahun 2008. Pada ketentuan peralihan Pasal 64 huruf e PP No. 74/2011 disebutkan bahwa tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 UU KUP 2008 untuk pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007, atau setelah UU KUP Tahun 2008 berlaku. Teori peristiwa hukum-perbuatan hukum pada aturan formal UU KUP juga ditegaskan kembali oleh PP 74/2011 pada proses keberatan dan gugatan.
Apabila konsisten dalam penerapan teori peristiwa hukum-perbuatan hukum maka semua perbuatan hukum yang diatur dalam UU KUP terikat UU KUP yang berlaku pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan. SPT Lebih bayar tahun pajak 2007 yang dilaporkan pada tahun 2011 dianggap tidak disampaikan berdasarkan Pasal 3 ayat (7) UU KUP 2008, karena telah melewati 3 tahun sejak berakhirnya tahun pajak. Padahal UU No. 16 Tahun 2000 memperbolehkannya (belum diatur). Demikian juga penerapan Pasal 26A ayat (4) UU KUP Tahun 2008, yaitu tidak dipertimbangkanya keterangan/dokumen yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan dalam proses keberatan, sudah berlaku untuk pemeriksaan yang dilaksanakan mulai Januari 2008, walaupun pemeriksaan atas tahun pajak 2007.
Seharusnya pula perbuatan hukum Permohonan Pengurangan atau Pembatalan STP sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP Tahun 2008 sudah diterapkan untuk permohonan yang diajukan setelah UU KUP Tahun 2008 berlaku, walaupun atas STP suatu Tahun Pajak sebelum UU KUP Tahun 2008 berlaku.

Analisa:
Jika berbicara tentang pajak,maka tentu saja kita akan berbicara mengenai hukum juga.Pajak dan hukum merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.Kegiatan pajak tidak hanya dilakoni oleh orang-orang akuntansi,tetapi juga melibatkan orang-orang hukum.Hampir di seluruh pasal-pasal dan peraturan tentang pajak,dilandasi dengan dasar hukum yang jelas.

Undang undang yang mengatur tentang pajak disebut juga dengan UU KUP.Didalam UU KUP terdapat beberapa peraturan tengtang Pajak Penghasilan.Diantaranya :
Ø  Pasal 21 mengatur tentang pajak yang menyangkut penghasilan,jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi(gaji,upah,honorer,tunjangan,bonus)
Ø  Pasal 22 mengatur tentang pajak yang dipungut atas penyerahan barang,impor,dan bidang usaha lain
Ø  Pasal 23 mengatur pajak yang berkenaan dengan deviden,bunga,royalty,sewa dan penghasilan lain atas penggunaan harta dan imbalan jasa tekhnik/manajemen dan jasa lainnya dimana wajib pajak yang dibahas pada pasal ini adalah Wajib Pajak Dalam Negeri(WPDN)
Ø  Pasal 24 mengatur tentang pajak yang dipungut diluar negeri atas penghasilan wajib pajak diluar negeri
Ø  Pasal 25 mengatur pajak yang harus dibayar wajib pajak dalam tahun berjalan setiap masa pajak
Ø  Pasal 4 ayat 2 mengatur pajak yang menyangkut deposito dan tabungan,penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan penghasilan tertentu lainnya,pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ø  Pasal 26 mengatur tentang pajak atas penghasilan yang bersumber dari in dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap(BUT) di Indonesia.

  Adapun fungsi lain dari UU KUP adalah:
Ø  Merupakan implementasi dari hukum pajak formil
Ø  Pedoman umum bagi kitab UU Perpajakan yang lain
Ø  Mengatur tentang kepentingan umum,tata cara perpajakan,saksi,dan lain-lain

Pada dasarnya tuujuan yang ingin dicapai dari pembentukan KUP sangatlah sederhana,yaitu Mendaftar,Membayar,dan Melapor.
1.      Mendatar,bagi warga Negara yang telah memiliki penghasilan diatas  PTKP diharapkan untuk segera memiliki NPWP.
2.      Membayar,bagi warga Negara yang telah memiliki NPWP,setelah mendapat SPT hendaklah bertanggung jawab untuk melunasi hutang pajaknya.Bagi WP yang telah memiliki NPWP,apabila tidak membayar hutang pajak maka akan di kenakan sanksi yang telah dii tetapkan di UU KUP.
3.      Melapor,Setelah membayar pajak WP diharapkan untuk melapor ke KPP atas pembayarann pajak yang telah dilakukan.



Hal-hal diatas adalah hal-hal yang ingin dicapai dari pembentukan UU KUP.Apabila hal-hal diatas telah terlaksana dengan baik,maka perpajakan di Indonesia akan berjalan dengan baik dan benar.

0 komentar:

Posting Komentar