Hanya 25% ORANG Indonesia Yang Bayar Pajak
JAKARTA, KOMPAS.com — Dari keseluruhan jumlah populasi
Indonesia, baru 25 persen individu yang membayar pajaknya kepada negara. Ini
salah satu faktor yang menyebabkan pembangunan belum terlaksana dengan baik.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Fuad Rahmany mengatakan, banyak pengusaha yang merasa sudah membayar pajak tetapi mengeluhkan fasilitas dan infrastruktur yang minim. Hal ini menurutnya karena masyarakat yang bayar pajak baru sedikit, baik pengusaha maupun individu.
"Pengusaha merasa bayar pajak gede tapi sarananya enggak ada, sehingga mereka jadi komplain. Ini masalah utama. Intinya mudah, karena yang baru bayar pajak baru sedikit, baik pengusaha maupun individu. Individu lebih parah, baru 25 persen atau setara 40 juta orang," kata Fuad dalam seminar nasional perpajakan, "Penguatan Politik Perpajakan untuk Mendukung Daya Saing Nasional", Kamis (21/11/2013).
Fuad mengatakan, apabila 40 juta populasi yang belum membayar pajak tersebut membayarkan pajaknya, ia yakin infrastruktur dapat terbangun. Selain itu, permasalahan yang terkait infrastruktur, contohnya jalan raya, jalan tol, dan listrik pun diyakininya dapat diatasi.
"Ekonomi kita tidak akan bisa meningkat daya saingnya kalau infrastrukturnya tidak ada. Kalau infrastruktur kita jeblok dan pembangunannya ketinggalan itu karena uangnya kurang. Kalau pajaknya, uangnya kurang, pembangunan dan segala kepentingan ekonomi nasional tidak terlaksana juga," ujar Fuad.
Fuad menyebut beberapa permasalahan utama perpajakan di Tanah Air. Pertama, belum tergalinya wajib pajak orang pribadi (WP OP). Selain itu, peneriman pajak terkonsentrasi hanya pada sektor formal dan sektor kegiatan ekonomi yang berorientasi pasar luar negeri.
Masalah lainnya adalah relatif kecilnya DJP terhadap perekonomian nasional dan wilayah Indonesia. "Pajak itu masalahnya keadilan. Kalau sebagian orang Indonesia sudah bayar pajak yang lainnya belum itu ibaratnya penumpang gratis. Mereka sudah menikmati subsidi BBM, tetapi enggak ikut menyumbang. Ini yang bikin kita jadi bangsa kerdil, punya negara tapi duitnya kecil karena urunannya enggak ada. Ini yang bikin pengusaha komplain karena mereka sudah bayar pajak tapi fasilitasnya masih kurang," katanya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Fuad Rahmany mengatakan, banyak pengusaha yang merasa sudah membayar pajak tetapi mengeluhkan fasilitas dan infrastruktur yang minim. Hal ini menurutnya karena masyarakat yang bayar pajak baru sedikit, baik pengusaha maupun individu.
"Pengusaha merasa bayar pajak gede tapi sarananya enggak ada, sehingga mereka jadi komplain. Ini masalah utama. Intinya mudah, karena yang baru bayar pajak baru sedikit, baik pengusaha maupun individu. Individu lebih parah, baru 25 persen atau setara 40 juta orang," kata Fuad dalam seminar nasional perpajakan, "Penguatan Politik Perpajakan untuk Mendukung Daya Saing Nasional", Kamis (21/11/2013).
Fuad mengatakan, apabila 40 juta populasi yang belum membayar pajak tersebut membayarkan pajaknya, ia yakin infrastruktur dapat terbangun. Selain itu, permasalahan yang terkait infrastruktur, contohnya jalan raya, jalan tol, dan listrik pun diyakininya dapat diatasi.
"Ekonomi kita tidak akan bisa meningkat daya saingnya kalau infrastrukturnya tidak ada. Kalau infrastruktur kita jeblok dan pembangunannya ketinggalan itu karena uangnya kurang. Kalau pajaknya, uangnya kurang, pembangunan dan segala kepentingan ekonomi nasional tidak terlaksana juga," ujar Fuad.
Fuad menyebut beberapa permasalahan utama perpajakan di Tanah Air. Pertama, belum tergalinya wajib pajak orang pribadi (WP OP). Selain itu, peneriman pajak terkonsentrasi hanya pada sektor formal dan sektor kegiatan ekonomi yang berorientasi pasar luar negeri.
Masalah lainnya adalah relatif kecilnya DJP terhadap perekonomian nasional dan wilayah Indonesia. "Pajak itu masalahnya keadilan. Kalau sebagian orang Indonesia sudah bayar pajak yang lainnya belum itu ibaratnya penumpang gratis. Mereka sudah menikmati subsidi BBM, tetapi enggak ikut menyumbang. Ini yang bikin kita jadi bangsa kerdil, punya negara tapi duitnya kecil karena urunannya enggak ada. Ini yang bikin pengusaha komplain karena mereka sudah bayar pajak tapi fasilitasnya masih kurang," katanya.
Analisa :
Jumlah masyarakat yang membayar pajak hanya
mencapai 25% tidak dapat disalahkan dari Wajib pajaknya saja.Perlu dikoreksi
kembali dari pihak pemungut pajak apakah mereka sudah melakukan tugasnya dengan
baik atau belum.Kasus yang menyebutkan nama-nama pemungut pajak yang telah
menggelapkan uang rakyat cukup membuat masyarakat trauma dan enggan untuk
membayar pajak.Sehingga pada akhirnya muncul pemikiran-pemikiran kecil untuk
apa mereka membayar pajak jika akhirnya uangnya hanya akan dinikmati oleh para
pihak yang menangani pajak.
Profesionalitas antara pihak yang menangani
pajak dengan Wajib pajak memang sangat di butuhkan.Selain itu di perlukan
sanksi-sanksi yang kuat terhadap pihak yang menyelewengkan uang pajak,dengan
pihak yang tidak membayar pajak,padalah sudah termasuk wajib pajak.Pihak yang
sudah memiliki pendapatan di atas PTKP di namakan wajib pajak.Wajib pajak yang
tercatat telah membayar pajak hanya sekitar 25%.Sedangkan orang kaya di
Indonesia pada saat ini mungkin sudah mencapai angka jutaan.Tetapi hanya
sebagian kecil dari mereka yang memiliki kesadaran untuk membayar
pajak.Sedangkan masyarakat-masyarakat kecil seperti karyawan pabrik saja
membayar pajak dengan cara pemotongan langsung oleh pihak ketiga,yaitu perusahaan
tempat mereka bekerja.Padahal fasilitas-fasilitas yang dihasilkan dari uang
pajak dinikmati bersama-sama.Oleh sebab itu dibutuhkan peraturan yang tegas
mengenai pajak di Indonesia.Apabila pajak terlaksana dengan baik,maka
insfrastruktur akan berjalan dengan baik dan perekonomian juga akan berjalan
dengan baik pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar